Kampoeng
Kopi Banaran, Inovasi Holding Perkebunan Nusantara dalam Wisata Agro dan
Ekonomi Kerakyatan
JAKARTA - Holding Perkebunan Nusantara PTPN III
(Persero) melalui Subholding PTPN I Regional 3 terus menghadirkan inovasi dalam
pengelolaan aset perusahaan. Salah satu wujudnya adalah Kampoeng Kopi Banaran
di Desa Getas, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang, yang tidak hanya menjadi
destinasi wisata agro unggulan, tetapi juga simbol pemberdayaan masyarakat
sekitar.
Dikelilingi
kesejukan udara rata-rata 24 derajat celcius, panorama Danau Rawa Pening, dan
keelokan Gunung Telomoyo, kawasan ini kian menjadi magnet wisata yang berdaya
saing sekaligus bernilai sosial.
“Seperti
orang Jakarta kalau mau ngadem ke Puncak, kami orang Semarang Bawah (daerah
pesisir dengan suhu udara cenderung hangat) ya ke kawasan ini. Dan Kampoeng
Kopi Banaran ini favorite saya. Selain adem, alami, pemandangannya indah
banget. Vibes dari suasana tradisional Jawanya juga kental banget. Tampaknya
pengelola menggandeng warga sekitar untuk beraktivitas bersama di dalam kawasan
dengan berbagai pekerjaan domestiknya. Ini perpaduan modern yang natural,” kata
Budi Sujarwadi, salah satu pengunjung dari Mangkang, Semarang yang membawa
serta keluarganya ke Kampoeng Kopi Banaran, Sabtu (23/8/25) pekan lalu.
Penilaian
Budi Sujarwadi tak meleset. Pengelola Kampoeng Kopi Banaran tampak memahami
potensi aset yang dimiliki melalui kacamata baca para penikmat wisatanya.
General Manager Kampoeng Kopi Banaran Mohammad Sunhaji mengatakan, sebagai
perusahaan milik negara, pihaknya diberi tanggung jawab moral dalam pengelolaan
aset dan sumber daya yang ada. Keuntungan alias profit yang menjadi orientasi
usahanya, kata dia, harus beresonansi terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
“Kami
sangat beruntung diberi mandat untuk mengelola aset dengan potensi intangible
hand yang besar. Udara sejuk, alam indah, posisi bisa menghadap danau dan
gunung, dan keramah-tamahan warga sekitar adalah aset yang tak ternilai. Itulah
makanya kami terus mengakomodasi setiap kearifan lokal untuk bisa ‘dijual’ di
sini. Juga tenaga kerja yang fleksibel. Warga kami libatkan jika sedang jeda
dari aktivitas aslinya sebagai petani. Mereka bisa tetap mendapat penghasilan
dari keterlibatnnya di sini,” kata Sunhaji didampingi Ria Anggraini, Marketing
Manager Kampoeng Kopi Banaran.
Sunhaji
mengatakan, Kampoeng Kopi Banaran tidak hanya hadir sebagai destinasi wisata
agro, kuliner, dan seni, tetapi juga sebagai motor penggerak ekonomi lokal.
Dengan konsep yang unik, tempat ini menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekira
300 warga sekitar, baik yang berstatus karyawan tetap maupun karyawan musiman
lepas. Dalam konteks ini, Kampoeng Kopi Banaran menjadi salah satu simpul
ekonomi yang memberdayakan masyarakat sekitar sebagai aset penting.
“Kami
melihat potensi besar di sini, bukan hanya dari sisi pariwisata, tetapi juga
sumber daya manusia di sekitar. Sejak awal, kami ingin tempat ini tumbuh
bersama masyarakat. Sebab, masyarakat sekitar merupakan penguat denyut nadi
ekonomi kami. Lebih dari itu, kultur kehidupan masyarakat yang natural,
sederhana, dan penuh keramah-tamahan menjadi daya tarik tersendiri dari sisi
budaya. Ini adalah intangible assets,” kata Sunhaji.
Salah
satu model dari aset natural dari sisi personalitas warga adalah Sugeng. Pria
berusia 65 tahun yang berprofesi sebagai petani sawah itu menjadi pekerja lepas
di Kampoeng Kopi Banaran. Tinggal di salah satu desa penyangga perusahaan, ia
bisa setiap waktu mendaftarkan diri menjadi pekerja yang mendapat upah dari
perusahaan.
“Setelah
selesai tandur (musim tanam padi) itu kan nggak ada kerjaan. Kalau cuma nunggu tanaman (padi) kan bisa disambi karena
sudah enteng. Sawah saya kan juga nggak luas. Jadi, saya datang ke sini untuk
kerja serabutan. Jadi, nggak bingung mau kerja apa. Adanya Kampoeng Kopi
Banaran ini sangat membantu. Saya bisa dapat rezeki di sini dan kebutuhan
keluarga tetap terpenuhi,” kata Sugeng.
Konsep
Kampoeng Kopi Banaran dirancang untuk terintegrasi dengan kehidupan sosial dan
ekonomi warga. Dengan mempekerjakan ratusan warga, terutama mereka yang
membutuhkan penghasilan tambahan di luar musim sawah, Kampoeng Kopi Banaran
membuktikan bahwa bisnis dan kesejahteraan sosial bisa berjalan beriringan.
Profil
natural warga sebagai aset pariwisata bukan berdiri sendiri. Di desa-desa
penyangga, secara turun temurun terpelihara berbagai jenis kesenian tradisinal
Jawa. Beberapa corak kesenian yang dengan karakter halus, lembut, lentur,
indah, dan tetap menghadirkan suasana hiburan secara berkala diundang untuk
tampil di panggung utama lokasi. Mereka berbagi jadwal dengan aneka genre
kesenian modern, bahkan kerap berkolaborasi.
Selain
membuka lapangan kerja, Kampoeng Kopi Banaran juga berkomitmen untuk terus
berinovasi dalam seni dan budaya, menjadikan tempat ini sebagai wadah bagi para
seniman lokal untuk menampilkan karya mereka. Kolaborasi ini tidak hanya
memperkaya pengalaman pengunjung, tetapi juga mempromosikan kekayaan budaya
lokal.
“Mereka
adalah jantung dari operasional kami. Mulai dari barista, pemandu wisata,
hingga seniman yang menampilkan karyanya di sini, semua adalah talenta lokal,”
kata Sunhaji.
Akses Mudah
Kampoeng
Kopi Banaran adalah kawasan wisata terintegrasi, dengan akses yang sangat mudah
dan strategis. Keluar dari pintu Tol Bawen, dua ratus meter kemudian sudah bisa
berbelok menuju jalan yang akan mengantarkan Anda pada destinasi yang
dirindukan keluarga.
Ria
Anggaini berpromosi dengan menyebut sejumlah fasilitas yang bisa dimanfaatkan
oleh pengunjung. Di antaranya, empat unit resto, resort, glamping, waterpark,
area wisata, dan ruang meeting berkapasitas 50-500 orang. Tak hanya wisata
biasa, keunikan dari Kampoeng Kopi Banaran adalah karena dikelilingi oleh
pemandangan tujuh pegunungan, hamparan perkebunan kopi, dan panorama Rawa
Pening.
“Kampoeng
Kopi Banaran aksesnya mudah banget karena berada berada di Jalan Raya Semarang
Solo. Tepatnya di Kebun Getas Afdeling Assinan PTPN I Regional 3,” kata Ria
Anggraini.
Sebagai
area wisata terintegrasi, pengunjung bisa mencoba kuliner, menginap, mengadakan
rapat, mengadakan gathering, outbond, hingga rekreasi melepas penat di sejumlah
fasilitas yang tersedia. Untuk resto, ada beberapa pilihan di antaranya Sky
View, Banaran 9 Resto.
Skyview
menjadi salah satu tempat nongkrong favorit pengunjung. Restoran dengan konsep
semi modern ini memiliki pemandangan yang sangat indah. Selain itu, varian
menunya beragam dan ditemani live music setiap weekend disore hari. Untuk
penginapannya, ada Coffee Camp yang menawarkan sensasi berkemah di tengah
perkebunan kopi. Pengunjung juga bisa menginap di kamar hotel berisi dua orang
ataupun vila berkapasitas lebih besar.
Sementara
itu, Direktur PTPN I, Teddy Yunirman Damas, menyampaikan bahwa Kampoeng Kopi
Banaran sebagai bukti bahwa bisnis bisa berjalan beriringan dengan misi sosial.
“Lebih dari 400 warga sekitar, terutama di musim jeda tanam, kini memiliki
penghasilan tambahan. Ini adalah wujud kontribusi kami untuk menumbuhkan
perekonomian lokal,” kata Teddy.
Teddy
menambahkan bahwa konsep ini lahir dari kesadaran bahwa PTPN I tidak hanya
mengelola perkebunan, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial terhadap
lingkungan. Dengan melibatkan warga sebagai pekerja, baik tetap maupun lepas,
Kampoeng Kopi Banaran telah menjadi jaring pengaman ekonomi bagi
keluarga-keluarga di sekitarnya.
“Ke
depan, kami akan terus mengembangkan potensi-potensi lain yang dapat melibatkan
lebih banyak masyarakat. Kami ingin Kampoeng Kopi Banaran menjadi contoh sukses
dari sinergi antara BUMN dan masyarakat, di mana setiap langkah bisnis juga
membawa manfaat nyata bagi banyak orang,” kata Teddy.
Comments
Post a Comment